Senin, 02 November 2015

Budaya dan Aktivitas Masyarakat Toraja

Toraja Goes to The World Cultural Heritage
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan kebudayaan. Terdapat kurang lebih 1.128 suku yang tersebar di seluruh penjuru negri Indonesia. Masing-masing suku memiliki keunikan yang menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan dari luar negeri. Salah satu suku yang banyak mengundang wisatawan untuk datang adalah suku Toraja. Banyak keunikan yang ditawarkan oleh suku Toraja sehingga membuat suku ini dikenal oleh dunia. Yuk, kita kenalan dengan suku ini lebih dalam.
Suku Toraja adalah suku yang terletak di Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara, awalnya Kabupaten ini adalah satu kesatuan dari Kabupaten Tana Toraja tetapi karena perkambang penduduk yang begitu pesat maka Kabupaten ini dikembangkan menjadi Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara. Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 diantaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja,Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian lainnya menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo yang kemudian diakui pemerintah sebagai bagian dari agama Hindu Dharma.
            Banyak sekali hal menarik yang dimiliki oleh suku Toraja dan yang patut kita ketahui. Tapi sebelum itu tentunya kita harus mengenal terlebih dahulu rumah adat suku Toraja, jangan sampai ketika kita berkunjung ke Toraja malah heran kok ada perahu di atas rumah? hehehe. Rumah adat suku Toraja  adalah Tongkonan.  Tongkonan berdiri di atas tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata "tongkonan" berasal dari bahasa Toraja “tongkon” yang artinya adalah duduk dan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan Tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.  Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Terdapat tiga jenis Tongkonan di Toraja yaitu Tongkonan Layuk yang merupakan tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan", Tongkonan Pekamberan yang adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di Tongkonan Batu. Sayangnya, eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar. Jika ingin mengenal lebih jauh lagi tentang kebudayaan toraja, jangan lupa mengunjungi halaman ini yaa http://www.torajabercerita.com/
Kesenian suku Toraja
Selain rumah adata, potensi besar untuk menjadikan Toraja menuju pada The World Cultural Heritage terletak pada kesenian-kesenian seperti lagu daerah dan tari-tariannya
            Tana Toraja mengenal ritual rambu tuka’ ( aluk rampe matallo) dan rambu solo’ ( aluk rampe matampu’). Kebiasaan- kebiasaan rambu tuka’ dan rambu solo’ yang terpelihara secara turun temurun disebut adat istiadat. Lakon ritual Aluk Todolo (kepercayaan orang dulu) dalam menaikkan aturan keagamaan yang berwujud pada pemujaann terhadap Puang Matua, Dewata maupun To Membali Puang, banyak dimanifetasikan dalam bentuk seni traditional seperti seni tari, seni suara, seni musik, seni sastra tutur, seni ukir dan seni pahat. Musik dan tarian yang ditampilkan pada upacara rambu tuka’,tidak boleh (tabu) ditampilkan pada upacara rambu solo’. Ada juga jenis kesenian yang boleh dipentaskan pada upacara kegembiraan maupun upacara kedukaan, dan hampir semua ragam seni yang dipentaskan tersebut merupakan perpaduan antara nyanyian dan tarian.
Tari-Tarian
Suku Toraja memiliki banyak jenis tari-tarian, yakni:
1.      Tarian Manimbong : tarian yang dilakukan oleh beberapa pria yang memakai kain adat maa’ dan menggunakan parang-parang antik dan ikat kepala yang terbuat dari bulu-bulu ayam.
2.      Tarian  Pa’bondesan : tarian yang dibawakan oleh beberapa pria dan tidak memakai baju kecuali selama adat khusus. Para penari memakai kuku tiruan dan diiringi oleh suling
3.      Tarian Ma’Gellu : Tarian yang paling terkenal dari Toraja. Penarinya berasal dari beberapa remaja putri yang menggunakan pakaian khusus penari dan perhiasan emas antik. Tarian ini dibawakan pada upacara kegembiraan seperti pada pesta panen, pesta perkawinan dan menyambut tamu.
4.      Tarian Ma’dandan:  Tarian yang dibawakan beberapa wanita yang berpakaian putih dan memakai sejenis hiasan kepala yang menyerupai atap depan rumah (biasa disebut Sa’pi). Para penari bergerak lemah lunglai menggoyangkan tongkat mengikuti irama tari dan nyanyian
5.      Tarian Pa’ Bonebala : Tarian yang hampir sama dengan tarian Pa’Gellu. Yang membedakan hanya lagu dan ritme gendangnya
6.      Tarian Manganda : Tarian yang dibawakan oleh sekelompok lelaki yang menggunakan tanduk kerbau dikepala dan dihiasi uang logam dan menggunakan semacam bel yang berdering-dering  diiringi teriakan.
7.      Tarian Dao Bulan : Tarian yang dibawakan beberapa remaja putri dan dimainkan secara massal pada upacara panen atau menyambut tamu
8.      Tarian Ma’katia : Tarian  duka tradisional untuk menyambut tamu pada upacara pemakaman golongan bangsawan. Para penari memakai pakaian seragam dengan topi kepala (sa’pi).
9.      Tarian Ma’randing : tarian untuk menjemput dan mengatur pahlawan perang yang akan pergi  medan perang atau dari media pertempuran. Para penari memakai perisai dan tanduk kuningan di kepala. Sekarang ini digunakan untuk upacara pemakaman orang bangsawan untuk menyambut rombongan tamu
10.  Tarian Ma’parando : Tarian yang dilakukan di acara kedukaan. Jika ada seseorang meninggal dunia dan mempunyai cucu dua lapis maka sewaktu penguburannya, semua cucu perempuan dinaikkan diatas bahu laki-laki dibawa keliling rumah tempat upacara pemakaman diadakan. Para gadis remaja berpakaian adat lengkap dan diterangi obor pada malam hari.
11.  Tarian Ma’badong : Tarian yang dilakukan di acara kedukaan dimana para penari membuat lingkaran dengan pakaian hitam atau bebas. Tarian ini biasanya berlangsung semalam suntuk dan bisa dilakukan oleh para pria dan wanita.  Para penari menggunakan berbagai jenis langkah dan lagu silih berganti. Biasanya tarian ini dibawakan untuk acara pemakaman yang berlangsung tiga malam ke atas.
12.  Tarian Ma’dondi : Tarian pada upacara pemakaman dan kata-kata yang digunakan pada tarian Ma’dondi sama dengan Ma’badong  tapi beda iramanya.
13.  Tarian Pa’papangan : Tarian penjemputan tamu yang dilakukan oleh gadis berpakaian lengkap dan diiringi suling dan lagu duka (Pa’marakka)
14.  Tarian Memanna : Tarian yang dibawakan di acara pemakaman orang yang mati karena dibunuh. Para penari berasal dari laki-laki, berpakaian compang-camping dari tikar robek, ikat kepala dari rumput, senjata dari bambu, perisal dari pelepah pinang atau kulit batang pisang.
Seni Musik
Selain tari-tarian yang banyak dan  unik, di Suku Toraja juga mempunya banyak alat musik tradisional yang tak kalah dari daerah lain, seperti:
1.      Passuling :Seruling tradisional Toraja, yang juga dikenal dengan nama “Suling Lembang”. Seruling dimainkan oleh kelompok laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu “Pa’Marakka” atau lagu duka yang dinyanyikan oleh para wanita dalam menyambut tamu, yang hadir untuk menyampaikan rasa duka mereka kepada keluarga yang sedang berduka.
2.      Pa’pelle/Pa’barrung : Jenis alat musik ini sangat digemari anak-anak gembala menjelang menguningnya sawah. Sebuah alat musik yang terlihat seperti terompet, terbuat dari jerami yang dirakit dengan daun kelapa. Biasanya dimainkan selama upacara pengucapan syukur setelah menyelesaikan pembangunan rumah Tongkonan.
3.      Pa’pompang/Pa’bas : sebuah orkestra bambu yang dimainkan oleh murid-murid SD dan SMP dibawah pimpinan dirigen. Biasanya alat musik ini ditampilkan selama upacara nasional, seperti Hari Kemerdekaan, ulang tahun kota, dan festival nasional. Para murid memainkan lagu-lagu kontemporer, lagu daerah, dan lagu gereja.
4.      Pa’karombi : Alat musik dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang disentak-sentak pada bibir sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namun mengasyikkan.
5.      Pa’tulali : Sebuah alat musik bambu berukuran kecil yang dimainkan dengan cara ditiup untuk menghasilkan suara yang indah.
6.      Pa’geso’geso’ : Sebuah alat musik yang terbuat dari kayu dan batok kelapa dengan senar.
Budaya Toraja
Adat-istiadat yang telah diwarisi masyarakat Toraja turun – temurun dalam bentuk rambu tukaa’ dan rambu solo’ mewajibkan keluarga yang tinggal menyelenggarakan sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi selamanya (Aluk Rampe Matampu’ atau Mammaran Mata). Ungkapan mammaran mata oleh etnis Toraja dinyatakan sebagai berikut :
To na indanriki’ lino, To na pake sangattu’, Kunbai lau’ ri Puyo, Pa’tondokan marendengg.” Artinya, kita hanyalah pinjaman dunia dan dipakai untuk sementara. Sebab, di Puyo-lah negeri kita yang kekal. Dalam pelaksanaannya, sesuai aturan aluk dan adat, upacara rambu solo’ terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata social masyarakat Toraja, yakni:
1.      Ma’silli’, yaitu ketika seseorang, biasanya bayi atau kauanan tai manuk meninggal, pasa saat itu juga langsung dikubur. Biasanya seekor anjing dan seekor babi dipotong sebagai kurban kedukaan dan diusung bersama mayat kekuburan. Dipiong (dimasak dalam bamboo) di kuburan, lalu dimakan ramai-ramai, tetapi tidak boleh (pemali) dibawa pulang ke rumah siapa pun. Passiliran ini ada yang dilakukan di batang pohon.
2.      Dipasangbongi, yakni upacara kedukaan yang hanya dilaksanakan dalam satu hari dan satu malam. Acara dimulai pada hari ini, keesokan harinya sang mediang harus dikubur dengan kurban sejumlah ekor babi dan satu ekor kerbau.
3.      Dipatallungbongi yaitu  upacara kedukaan yang berlangsung selama tiga hari tiga malam disertai pemotongan hewan (babi dan kerbau) da nada ma’badong pada malam hari (hari kedua dan hari ketiga).Umumnya upacara ini dilakukan oleh bangsawan menengah atau bangsawan
4.      Dipalimangbongi yakni upacara kedukaan yang berlangsung selama lima hari lima malam berturut-turut. Setiap hari ada pemotongan hewan (sejumlah babi dan kerbau). Ada ma’badong pada malam hari.
5.      Dipapitungbongi yaitu upacara kedudukan yang berlangsung selama tujuh hari tujuh malamm. Tiap hari ada peotongan hewan (sejumlah babi dan kerbau) dan pada malam hari ada acara ma’badong.
6.      Dirapa’i atau ma’rapa’I merupakan upacara tertinggi dan masih ada tingkat-tingkatannya. Biasanya dilaksanakan dua kali dengan rentang wktu sekurang-kurangnya setahun. Upacara yang pertama disebut (a) Aluk pia. Biasanya dalam pelaksanaannya bertempat di sekitar tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan upacara kedua yakni upacar (b) Rante, biasanya dilaksanakan di sebuah lapangan khusus  sebagai upacara puncak. Dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti ma’tundan, ma’balun (membalut jenazah), ma’roto (membubuhkan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah), ma’popengkalo alang (menurunkan jenazah dari tongkonan ke lumbung untuk disemayamkan), dan yang terakhir ma’palao (yakni mengusung jenazah ke tempat perirtirahatan yang terakhir).
Selain ritual-ritual adat tersebut ternyata masih ada hal-hal yang unik dalam upacara ini :
1.      Ma’pasilaga tedong (adu kerbau).Kerbau di Tana Toraja memiliki ciri yang mungkin tidak dapat ditemukan di daerah lain. Mulai dari yang memiliki tanduk bengkok ke bawah sampai dengan kerbau berkulit belang (tedong bonga atau saleko). Tedong bonga di Toraja sangat tinggi harganya, yakni mencapai puluhan juta rupiah.
2.      Siemba’ (adu kaki ) antara pria, terutama anak remaja. Tari-tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo’ seperti pa’badong, pa’dondi’, pa’randing, pa’katia, pa’papangngan, passailo’ dan pa’pasilaga tedong.
3.      Ma’tinggoro Tedong, Pemotongan kerbau (ma’tinggoro tedong) dengan ciri khas masyarakat Toraja, yakni sekali tebas dengan sebila parang pada leher kerbau yang ditambatkan pada sebuah  upacara rambu solo’, keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara rambu solo’.

Bagaimana pendapat anda setelah berkenalan dengan Suku Toraja? Apakah layak dan pantas menjadi The World Cultural Heritage? Tentunya anda akan berpendapat bahwa suku Toraja layak  karena memiliki ragam budaya dan  aktivitas masyarakat yang sangat unik dan sangat asing kebudayaan ini di mata dunia.
Keindahan alam Indonesia sungguh sangatlah indah dengan barbagai macam suku, ras, budaya, dan agama sehingga nampaklah bahwa Indonesia adalah Negara yang mempunyai Pariwisata yang sangat indah dan sangat layak menjadi suatu Pariwisata yang mendunia. Tentunya kita sebagai masyarakat Indonesia akan selalu menjaga, melindungi, dan merawat negeri kita janagn sampai hal-hal yang buruk mewarnai negeri kita tetapi biaralah negeri kita ini menjadi negeri yang aman, nyaman, tentram, sejahtera, dan terus mengembangkan potensi-potensi yang dapat membawa Negara kita menjadi lebih baik di mata dunia internasional. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca artikel ini semoga bermanfaat untuk kita. Tuhan memberkati :)

Sumber :    1. www.wikipedia.com
                  2. Buku Aluk, Adat, Dan Adat Istiadat Toraja ( Frans B. Palebangan)